CAHAYA  ILMU  ITULAH  CAHAYA  HATI

Gbr:Sejarah alam semesta dan inflasi yang terjadi di masa awal alam semesta. Kredit: Richard Drumm / BICEP 2/CERN/NASA

Cahaya merambat melalui ruang hampa dengan kecepatan yang konstan dan bernilaic\ = 3 \times 10^8

Dan kelajuan cahaya tidak bergantung pada kelajuan sumber cahaya maupun kelajuan pengamatnya.”

Berbeda dengan teori relativitas Newton yang menyatakan ruang dan waktu adalah mutlak. Pada postulat yang kedua ini, Einstein menyatakan justru ruang dan waktu itu yang relatif. Kelajuan cahaya dalam vakum merupakan besaran mutlak, artinya tidak ada kelajuan lain yang lebih besar daripada kelajuan cahaya. Jadi, diukur dalam semua kerangka acuan bergerak, kelajuan cahaya dalam vakum adalah sama.



Ilmu adalah cahaya, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi'i rahimahullah:
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى
لعاصي
“Aku mengadu kepada guruku (Imam Muwaqi) kenapa hapalanku menjadi buruk, lalu beliau mengajarkan aku agar senantiasa meninggalkan maksiat karena sesungguhnya ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada para pelaku maksiat."(I’anatuth Tholibin, 2: 190)
Apabila seorang penuntut ilmu banyak melakukan maksiat, maka hal tersebut akan mengotori hatinya. Karena itu hendaknya penuntut ilmu senantiasa menahan diri dari melakukan perbuatan maksiat, dan juga membersihkan hatinya dari akhlak yang buruk seperti ujub, hasad, dan lain sebagainya.
Imam Ibnu Jama'ah dalam kitabnya Tadzkiratu as-Sami' wa al-Mutakallim, beliau mengatakan :
“Seorang thalibul 'ilmi (penuntut ilmu) hendaknya membersihkan hatinya dari segala sifat kotor, dengki, hasad, iri serta keyakinan dan perangai yang buruk agar hatinya menjadi baik dalam menerima dan menghapalkan ilmu, menelaah makna-maknanya yang dalam dan hakikat-hakikatnya yang masih samar.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
"Sesungguhnya didalam tubuh itu ada segumpal daging apabila segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila segumpal daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Mengutip dari Syaikh Ahmad Ibn' Atahaillah dalam "Al-Hikam" Al -Ustadz Mahfudli Shaly
Dalam tulisannya mengenai hati, Syaikh Ahmad Ibn'Athaillah mengatakan bahwa "Tempat terbitnya berbagai cahaya itu adalah hati dan rahasia-rahasianya".
Cahaya ilmu, cahaya ma'rifat dan cahaya tauhid tempat terbit dan memancarnya ada di dalam hati orang-orang yang ma'rifat dan di dalam rahasia-rahasia mereka (di dalam jiwa mereka). Cahaya-cahaya ini merupakan cahaya yang hakiki karena lebih kuat daya pancarnya daripada cahaya yang terpancar dari berbagai macam bintang.
Rasulullah saw. telah bersabda di dalam menceritakan firman Allah :
"Tidak akan memuat Aku bumi-Ku dan langit-Ku, dan bisa memuat Aku hati hamba-Ku yang beriman".
Sebagian orang-orang ma'rifat berkata : "Seandainya Allah menyingkap tempat terbit cahaya hati orang-orang yang menjadi kekasih-Nya, niscaya terlipatlah cahaya matahari dan bulan karena kuatnya cahaya hati mereka".
Asy Syadzili berkata : "Seandainya disingkap cahaya orang mukmin yang maksiat, pasti akan memenuhi seluruh langit dan bumi. Maka bagaimanakah perkiraanmu mengenai cahaya orang mukmin yang ta'at ?". Ketahuilah bahwa cahaya bulan dan matahari masih bisa terkena gerhana dan bisa terbenam. Akan tetapi cahaya hati kekasih Allah tidak mengenal adanya gerhana dan terbenam.Oleh sebab itu Syaikh Ahmad bin 'Athaillah selanjutnya berkata :
"Cahaya yang tersimpan di dalam hati sumbernya dari cahaya yang dating langsung dari berbagai gudang kegaiban".
Cahaya keyakinan yang tersimpan di dalam hati terus bertambah-tambah sinarnya yang bersumber dari cahaya yang datang dari perbendaharaan gaib.
Yaitu berupa cahaya sifat=sifat azali. Apabila Allah telah membuka sifat-sifatNya, maka bertambah-tambahlah cahaya itu yang dihasilkan dari hati para kekasih Allah. Yang demikian itu merupakan suatu petunjuk bahwa Allah telah memberi pertolongan kepada mereka.
Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata:
"Cahaya yang diperoleh dengan panca indera bisa membuka kepadamu akan semua keadaan yang terjadi (benda-benda di alam ini), sedang cahaya yang tersimpan di dalam hati bisa membuka kepadamu akan sifat-sifat Allah yang azali".
Cahaya itu ada dua macam, yaitu :
1. Cahaya yang diperoleh dengan panca indera dengan adanya sinar matahari. Maka cahaya ini bisa memperlihatkan barang-barang yang ada di alam raya dan bermacam-macam kedaan manusia. Cahaya ini bukan yang menjadi perhatian orang-orang ahli hakekat, melainkan hanya sebagai petunjuk adanya Allah Yang Maha Pencipta.
2. Cahaya yang tersimpan dalam hati yang disebut sebagai cahaya keyakinan. Cahaya inilah yang bisa membuka sifat-sifat Allah yang azali sehingga menjadi nyata dan terang. Dengan cahaya hati ini
benar-benar oarng menjadi ma'rifat kepada Allah.
Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata :
"Terkadang hati terhenti bersama-sama dengan cahaya, sebagaimana terhalangnya nafsu sebab tebalnya benda-benda (syahwat)".
Penghalang hati untuk menuju kepada Allah itu ada dua macam, yaitu :
1. Nurani, yang berupa bermacam-macam ilmu dan ma'rifat. Apabila hati berhenti padanya dan cenderung kepadanya sehingga ilmu dan ma'rifat itu dijadikan pokok tujuannya, maka dia akan terhalang untuk menuju kepada Allah.
2. Zhulmani (kegelapan), yang berupa bermacam-macam keinginan nafsu dan kebiasaan-kebiasaanya. Karena hati masih terpengaruh oleh keinginan-keinginan nafsu inilah maka dia menjadi terhalang untuk
menuju kepada Allah.
Maka hati bisa terhalang oleh berbagai macam cahaya sebagaimana nafsu bias terhalang oleh berbagai kegelapan. Sedang Allah berda di belakang itu semua.
Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata :
"Allah menutupi cahaya hati dengan bermacam-macam keadaan lahiriyah karena memuliakannya untuk (tidak) diberikan secara terang atau (khawatir) untuk dipanggil atasannya dengan lisan kemasyhuran".
Allah menutup hati para kekasih-Nya (para wali) sebagai rahmat-Nya kepada sekalian orang-orang yang beriman. Sebab jikalau rahasia kewalian itu terbuka kepada seseorang, pasti akan mewajibkan orang yang sudah terlahir kewaliannya.

Wahdatul wujud adalah konsep atau ajaran yang mengajarkan tentang bersatunya wujud Tuhan dan manusia. Dalam ajaran Hamzah Fansuri dikenal paham wujudiyyah, yaitu ajaran yang mengajarkan tentang keberadaan wujud Tuhan  (adanya  alam  semesta,adanya  Kitab Al  Quran, adanya  diutus  Nabi/  Rasul Allah, pada dasarnya  manusia  itu   butuh Sang Maha Pecipta, Allah  SWT.

Jika  ada seorang Shufi yang  bernama  Hamzah Fansuri  terawal yang masih wujud dianggap berasal dari seorang ahli mistik Sumatera abad ke-16 (lihat Siti Hawa Haji Saleh: 123). Hamzah Fansuri juga disebut sebagai seorang muslim yang sangat bertakwa, yang disanjungnya ialah khalik yang mencipta alam semesta dan menentukan takdir-Nya (Muhammad Naquib al-Attas, 1970: 322). Dia juga seorang ahli tasawuf, zahid dan mistik yang mencari penyatuan dengan khalik dan menemuinya di jalan isyk (cinta)

Konsep Nur Muhammad dan terjemahannya secara harfiah.   أصلي وأسلم على النور الموصوف بالتقدم والأوليه   Artinya, “Aku mengucap shalawat dan salam untuk cahaya yang bersifat terdahulu dan awal” (Lihat As-Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, Qashidah Al-Barzanji pada Hamisy Madarijus Shu‘ud ila Iktisa’il Burud, [Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 4).

Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuatan (disana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim no. 2742).

Dalam tradisi sufi terdapat keyakinan yang begitu populer, bahwa cikal bakal-alam adalah Nur Muhammad, yang sengaja diciptakan Allah karena dengan penciptaan itu, Allah akan melihat dan menampakkan kebesaran diri-Nya. 

Hal itu sebagaimana termaktub dalam hadis Qudsi: Kuntu kanzan makhfiyyan fa ahbabtu an u’rafa fa khalaqtu al-khalqa fabi ‘arafuni—Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, Kuciptakanlah makhluk maka melalui Aku mereka kenal Aku.

Manusia adalah microcosmos yang memiliki sifat-sifat yang menyerupai Tuhan dan paling potensial mendekati Tuhan (Bandingkan QS. 41:53).

Menurut Abdul Karim al-Jilli, kata al-khalqa tersebut adalah makhluk pertama, yaitu Nur Muhamad, sebagai penyebab adanya semesta, kemudian ruh tersebut terkistral pada diri para nabi, rasul, wali dan orang-orang shalih, sebagai “cermin” Allah yang diciptakan atas nama-Nya dan sebagai gambaran atas nama, sifat dan af’al-Nya. (Insan al-Kamil, Juz 2, hal. 58, 74, 78).

Masih menurut al-Jilli, makhluk berikutnya yang tercipta dari Nur Muhamad adalah Jannah dan Nar (surga-neraka), lalu wujud ulya, yang terdapat di langit (lauhul mahfud) lalu wujud sufla (yang terdapat di lapisan bumi). Oleh karena itu Nur Muhammad disebut qutb al-ula (poros pertama) dari segala yang ada. Baru penjelmaanya yang lahir ke dunia melalui rahim Sayyidah Aminah, dari ayah bernama Abdullah, kemudian disebut Aba Qasim, sifatnya ‘Abdullah dan gelarnya Syamsuddin. (hal. 75)

Untuk itu ada kisah menarik dari Ahmad Syauqi Back, ketika dia memulai tulisannya dengan. Wulida al-Huda falkainat dliya-Telah dilahirkan Kekasih, semestapun berpendar cahaya indah . Menurut riwayat, saat itu Malaikat Jibril ditanyai oleh Nabi Muhammad. “Yaa Jibril berapa usiamu?” Kemudian Malaikat menjawab “Yaa Rasulullah tentu saja banyak.”

Kemudian Nabi melanjutkan. “Dengan umur sebanyak itu adakah pengalaman yang paling mengesankan?”

“Wahai kekasih Allah, sungguh setiap 70 ribu tahun saya melihat Nur Muhammad yang lewat di petala langit, ia berupa cahaya yang sungguh indah mempesona. Seluruh yang ada di langit selalu sangat rindu untuk melihat cahaya tersebut, tetapi sayang, cahaya itu hanya datang tiap 70 ribu tahun sekali. Setelah kami genap melihat cahaya itu hingga sebanyak 70 ribu kali. Disitulah puncak dari segala keindahan itu terjadi?”

“Kapan itu wahai Jibral?” Tanya Nabi lagi.

“Saat engkau dilahirkan ya Rasul. Lalu Allah berfirman kepadaku. Yaa Jibril… bawalah seluruh malaikat yang ada di langit, turunlah ke bumi, ketahuilah KekasihKu Muhammad saw telah siap untuk dilahirkan dan sekarang tiba saatnya Nabi Akhiruzzaman.

“Ya Jibril… seruhkanlah pada arwah para nabi, rasul, wali agar berkumpul, berbaris rapi, bahwa sesungguhnya Kakasihku cahaya di atas cahaya agar disambut dengan gembira…

“Ya Jibril…Perintahkan kepada Malaikat Malik agar menutup pintu neraka, dan perintahkan kepada Malaikat Ridwan untuk membuka pintu-pintu surga, dan perintahkan agar semua bidadari bersolek, memakai wangi-wangian dan mahkotanya untuk turun kebumi menyambutnya dengan gembira. Lalu saya melihat semua bidadari itu membawa kayu gahru yang wangi dan memenuhi semesta. Semua berdzikir dan bershalawat, pohon-pohon, rumput, air dan burung-burung…”

Kata Muhammad dalam al-Quran disebut empat kali. Sedangkan kata Ahmad hanya sekali. Hanya terdapat pada QS. Ash-Shaf: 6. Menurut sebagian ulama, sebutan Muhammad empat kali, bisa saja nama ini disandingkan dengan empat Nabi yang ‘ulul azmi (Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa). Sebab akhlak terpujinya hampir menyamai Nabi. Sementara kata Mahmud dan Hamid bisa disandingkan untuk semua nabi dan wali.

Tetapi tidak untuk Ahmad. Kata ini adalah khusus untuk Kanjeng Nabi Muhammad yang sesungguhnya. Dalam doktrin Ibnu Arabi. Nur Muhammad disebut juga Ahmad, adalah makluk pertama yang diciptakan Allah, sekaligus sebagai pemelihara dan pelestari alam. (Ibnu Arabi, Futuhat Makkiyah; vol 02; 331).

Hubungan antara Allah dan Nur Muhammad, menurut Imam Ghazali seperti hubungan antara hakikat cahaya yang tak dapat diraba oleh matahari, atau unsur api dengan panasnya dan membuat kayu menjadi arang. Karenanya Nabi Muhammad disebut juga cahaya dari cahaya Allah. Atau cahaya di atas cahaya. Yang kedua, tetapi tak terpisahkan dari yang asal. (Mystical Dimension; 282).


Komentar